Semogarahmat ta'dzim dan salam senantiasa atas junjungan kita sayyidina Muhammad yang dengan shalawat tersebut semoga Engkau jadikan kami termasuk dari golongn ahli ilmu baik dzohir maupun bathin. Dan semoga Engkau kumpulkan kami bersama hamba-hambaMu yg sholeh baik di dunia maupun di akhirat.
PALEMBANG - Kyai Marogan terlahir dengan nama Masagus H Abdul Hamid bin Masagus H Mahmud. Namun bagi masyarakat Palembang, julukan “Kiai Marogan” lebih terkenal dibanding nama lengkapnya. Julukan Kiai Marogan dikarenakan lokasi masjid dan makamnya terletak di Muara sungai Ogan, anak sungai Musi, Kertapati Palembang. Mengenai waktu kelahirannya, tidak ditemukan catatan yang pasti. Ada yang mengatakan, ia lahir sekitar tahun 1811, dan ada pula tahun 1802. Namun menurut sumber lisan dari zuriatnya, dan dihitung dari tahun wafatnya dalam usia 89 tahun, maka yang tepat adalah ia lahir tahun 1802, dan meninggal dunia pada 17 Rajab 1319 H yang bertepatan dengan 31 Oktober 1901. Pada waktu Kiai Marogan lahir, kesultanan Palembang sedang dalam peperangan yang sengit dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Kiai Marogan dilahirkan oleh seorang ibu bernama Perawati yang keturunan Cina dan ayah yang bernama Masagus H Mahmud alias Kanang, keturunan ningrat Palembang. Dari surat panjang hasil keputusan Mahkamah Agama Saudi Arabia, diketahui silsilah keturunan Masagus H. Mahmud berasal dari sultan-sultan Palembang yang bernama susuhunan Abdurrahman Candi Walang. Berikut ini adalah silsilah beliau sampai ke Rasulullah Masagus Haji Abdul Hamid Kiai Marogan binMgs. H. Mahmud Kanang binMgs. Taruddin binMgs. Komaruddin binPangeran Wiro Kesumo Sukarjo binPangeran Suryo Wikramo Kerik binPangeran Suryo Wikramo Subakti binSultan Abdurrahman Kholifatul Mukminin Sayyidul Imam binPangeran Sedo Ing Pasarean Pangeran Ratu Sultan Jamaluddin Mangkurat VI binTumenggung Manco Negaro binPangeran Adipati Sumedang binPangeran Wiro Kesumo Cirebon Tumenggung Mintik binSayyid Muhammad Ainul Yaqin Sunan Giri binSayyid Maulana Ishaq Syeikh Al Umul Islam binSayyid Ibrahim Akbar binSayyid Husain Jamaluddin Al Akbar binSayyid Achmad Syah Jalal Umri binSayyid Abdullah Azmatkhan binSayyid Abdul Malik Azmatkhan binSayyid Alwi binSayyid Muhammad Shohib Mirbat binSayyid Ali Khaliq Qosam binSayyid Alwi bin Sayyid Muhammad binSayyid Alwi bin Sayyid Abdullah binSayyid Ahmad Al Muhajir binSayyid Isa Arrumi binSayyid Muhammad An Naqib binSayyid Ali Al Ridho bin Sayyid Ja’far Shidiq binSayyid Muhammad Al Baqir binSayyid Ali Zainal Abidin binSayyidina Husain bin Ali bin Abi Tholib dan Fatimah Az Zahro binti “Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam Kiai Marogan Abdul Hamid dan saudaranya Abdul Aziz. terlahir dari perkawinan orangtuanya Ayah yang bernama Mgs. H. Mahmud dan ibu Perawati keturunan Cina adapun saudaranya yang lain Lain Ibu bernama Masayu Msy Khadijah dan Msy Hamidah. Kiai Marogan hanya memiliki seorang adik yang bernama Masagus KH Abdul Aziz, yang juga menjadi seorang ulama dengan sebutan Kiai Mudo. Sebutan ini dikarenakan ia lebih muda dari Kiai Marogan.
3Ulama Paku Bumi Tanah Banten Paling Keramat yang Masih Hidup . by Rozi; Abuya Muhtadi merupakan sosok ulama kharismatik yang mempunyai banyak karomah, banyak murid-muridnya yang secara langsung melihat karomah beliau, salah satunya yang terkait dengan Banjir sekitar daerah Serang belakangan ini yang menghanyutkan banyak korban bangunan
- Mbah Ma’shum Lasem, Jawa Tengah, adalah ulama besar yang tindakannya sering sulit dicerna nalar awam. Setelah peristiwanya, barulah orang mengerti apa sesungguhnya yang terjadi. Diperkirakan, Mbah Ma’shum lahir pada tahun 1868. Dia adalah anak bungsu pasangan Ahmad dan Qosimah. Oleh orangtuanya, ia kemudian diserahkan kepada Kiai Nawawi, Jepara, untuk mempelajari ilmu agama, karena sejak kecil telah ditinggal wafat oleh ibunya. Dari Kiai Nawai, ia mendapat pelajaran dasar ilmu alat nahwu yang diambil dari kitab Jurumiyyah dan Imrithi. Pengembaraannya mencari ilmu tidak sebatas di Lasem, melainkan sampai ke Jepara, Kajen Kiai Abdullah, Kiai Abdul Salam, dan Kiai Siroj, Kudus Kiai Ma’shum dan Kiai Syarofudin, Sarang Rembang Kiai Umar Harun, Solo Kiai Idris, Termas Kiai Dimyati, Semarang Kiai Ridhwan, Jombang Kiai Hasyim Asy’ari, Bangkalan Kiai Kholil, hingga Makkah Kiai Mahfudz At-Turmusi, dan kota-kota lain. Bertemu Rasul Diberi Pesan Khusus Suatu saat, di Semarang, beliau tertidur dan bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW. Ketika di Bojonegoro, dia tidak hanya bermimpi, melainkan, antara tertidur dan terjaga bertemu dengan Nabi, yang memberikan ungkapan La khayra ilia fi nasyr al-ilmi, yang artinya “Tidak ada kebaikan yang lebih utama daripada menyebarkan ilmu”. Di rumahnya sendiri, dia bermimpi kembali. Dalam mimpinya, ia bersalaman dengan Nabi Muhammad SAW, yang berpesan, “Mengajarlah, segala kebutuhanmu insya Allah akan dipenuhi semuanya oleh Allah.” Di kemudian hari, Mbah Ma’shum menjadi ulama besar yang dikenal memiliki banyak karamah. Inilah beberapa kisah karamahnya Walisanga Bertamu Ada satu kisah karamah lain yang menunjukkan ketinggian kedudukan spiritualnya. Hari itu datang sembilan orang tamu ke Lasem. Mereka ingin berjumpa dengan Mbah Ma’shum. Namun, karena tuan rumah sedang tidur, Ahmad, seorang santrinya, menawarkan apa perlu Mbah Ma’shum dibangunkan. Ternyata mereka menolak. Lalu mereka semua, yang tadinya sudah duduk melingkar di ruang tamu, berdiri sambil membaca shalawat, kemudian berpamitan. “Apa perlu Mbah Ma’shum dibangunkan?” tanya Ahmad sekali lagi. “Tidak usah,” ujar mereka serempak lalu pergi. Rupanya saat itu Mbah Ma’shum mendusin dan bertanya kepada Ahmad perihal apa yang baru saja terjadi. Setelah mendapat penjelasan, Mbah Ma’shum minta kepada Ahmad agar mengejar tamu-tamunya. Tapi apa guna, mereka sudah menghilang, padahal mereka diperkirakan baru sekitar 50 meter dari rumah Mbah Ma’shum. Ketika Ahmad akan melaporkan hal tersebut, Mbah Ma’shum, yang sudah bangun tapi masih dalam posisi tiduran, mengatakan bahwa tamu-tamunya itu adalah Walisanga dan yang berbicara tadi adalah Sunan Ampel. Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Mbah Ma’shum tertidur pulas lagi. Beras Melimpah Di depan para cucunya, Mbah Ma’shum memimpin pembacaan istighatsah dan membaca potongan syair Al-Burdah yang artinya, “Wahai makhluk paling mulia Muhammad, aku tak ada tempat untuk mencari perlindungan kecuali kepadamu, pada kejadian malapetaka nan besar nanti.” Syair tersebut dibaca 80 kali, dilanjutkan dengan doa sebagai berikut “Ya Allah, orang-orang yang ada dalam tanggungan kami sangat banyak, tetapi beras yang ada pada kami telah habis. Untuk itu kami mohon rizqi dari-Mu.” Selain mengamini, Nadhiroh, salah seorang cucunya, berteriak, “Mbah, tambahi satu ton.” Ditimpali oleh Mbah Ma’shum, “Tidak satu ton, tepi lebih….” Beberapa hari kemudian, beras seolah mengalir dari tamu-tamu yang datang dari berbagai kota, seperti Pemalang dan Pasuruan, ke tempat Mbah Ma’shum. Masih soal beras. Pada kali yang lain, setelah mengajar 12 santrinya lalu diikuti dengan membaca Alfiyah, Mbah Ma’shum minta mereka mengamini doanya, karena persediaan beras sudah habis. “Ya Allah, Gusti, saya minta beras….” “Amin…,” ke-12 santri itu, yang ditampung dan ditanggung di rumah Mbah Ma’shum, khidmat menyambung doanya. Jam sebelas siang, datang sebuah becak membawa beberapa karung beras. Tanpa pengantar, kecuali alamat ditempel di karung-karung beras itu. Di sana tertera jelas, kotanya adalah Banyuwangi. Kepada santrinya yang bernama Abrori Akhwan, Mbah Ma’shum minta agar mencatat alamat yang tertera di karung itu. Suatu saat ketika berkunjung ke Banyuwangi, Mbah Ma’shum bermaksud mampir ke alamat itu. Saat alamat tersebut ditemukan, tempat itu ternyata kebun pisang yang jauh di pedalaman. Ironisnya, masyarakat di sana hampir-hampir tak ada yang kelebihan rizqi. Lalu siapa yang mengirim beras? Dua Tahun Lagi Saya Menyusul “Seandainya Paman wafat pada hari ini, saya akan menyusul dua tahun kemudian,” demikian reaksi Mbah Ma’shum ketika mendengar kabar bahwa pamannya, Kiai Baidhowi, meninggal hari itu, 11 Desember 1970. Bahkan ucapan itu ditegaskan sekali lagi langsung di telinga almarhum ketika dia menghadiri pemakamannya, “Ya, Paman, dua tahun lagi saya akan menyusul”. Mbah Ma’shum tutup usia pada 28 Oktober 1972 atau 12 Ramadhan 1332, sepulang dari shalat Jum’at di masjid jami’ Lasem, tak jauh dari rumahnya. Persis seperti ucapannya, menyusul dua tahun setelah pamannya wafat. Mengajar atau Menolong Orang juga “Dzikir” Kisah lain, sambil memijit badan Mbah Ma’shum, Abrori Akhwan, yang kala itu, awal dekade 1960-an, masih menjadi santri di pesantren Mbah Ma’shum, Al-Hidayat, dalam benaknya terlintas pertanyaan, kenapa Mbah Ma’shum tak pernah menggunakan peci haji atau sorban bila keluar rumah, tidak pernah berdzikir dalam waktu yang lama, dan tidak banyak kitab kuning di rumahnya. Pikiran itu rupanya terbaca oleh Mbah Ma’shum. Tak lama kemudian, ia berujar, “Seorang kiai tidak harus menggunakan peci haji atau sorban. Berdzikir’ kepada Allah bisa dilakukan langsung secara praktek, seperti misalnya kita mengajar atau menolong orang, tidak harus dalam waktu lama dengan beberapa bacaan tertentu. Kitab kuning sebenarnya banyak, tapi dipinjam oleh Ali, anak sulungku.” Insya Allah akan Kembali Kacamata Hilang Ketika dalam perjalanan silaturahim ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, Mbah Ma’shum kehilangan kacamata di kereta api yang tengah meluncur, antara Tegal dan Pekalongan. Menyadari hal itu, ia kemudian mengajak para pengikutnya membaca surah Adh-Dhuha. Dan ketika sampai ayat wawajadaka dhaallam fahada, ayat tersebut dibaca delapan kali. “Dengan membaca surah tersebut, insya Allah barang kita yang hilang akan kembali. Setidaknya Allah akan memberikan ganti yang sesuai,” katanya kemudian. Ketika rombongan mampir ke rumah Kiai Faturrahman di Kebumen, Mbah Ma’shum melihat sebuah kacamata di lemari kaca tuan rumah, persis miliknya yang hilang. Dengan spontan ia berkata, “Alhamdulillah.” Kepada Faturrahman, ia bertanya, “apa ini kacamata saya?” Dijawab Kiai Faturrahman dengan terbata-bata, “ya mungkin saja, Mbah….” Kemudian kacamata itu diambil dan dipakai oleh Mbah Ma’shum. Kendaraan Soal Belakang Kali ini soal dokar. Santri yang mengawal Mbah Ma’shum kebingungan. Setelah Maghrib, sudah menjadi kebiasaan, dokar di daerah Batang, Pekalongan, tidak akan ada yang berani keluar kecuali kalau dicarter. Namun Mbah Ma’shum berkata, “Shalat dulu, kendaraan soal belakang.” Ketika itu rombongan Mbah Ma’shum sudah sampai di sebuah mushalla, maka shalatlah mereka secara berjama’ah. Bahkan dilanjutkan hingga shalat Isya. Setelah semua selesai, rombongan pun melanjutkan perjalanan. Dan, tanpa diduga, begitu rombongan keluar dari halaman mushalla, lewatlah sebuah dokar kosong. Mereka pun menaikinya. Subhanallah. [ Source Majalah Alkisah No. 26/Tahun VII, dimuat juga di
Berikutadalah contoh beberapa Wali Majdzub yang masih hidup, dimulai dari : 1. karena derajatnya ditinggikan dan ditampakkan karomahnya oleh Alloh SWT sebagai " Himmatul Ummah " sosok manusia yang mempunyai kharisma dan karomah tinggi di hadapan Ummat seperti kisah perjuangan Wali songo tapi di jaman sekarang Derajat dan Karomah
Age, Biography and Wiki Chris Oyakhilome was born on 7 December, 1963 in Edo, Nigeria, is a Pastor, faith healing minister, television host and author. Discover Chris Oyakhilome's Biography, Age, Height, Physical Stats, Dating/Affairs, Family and career updates. Learn How rich is He in this year and how He spends money? Also learn how He earned most of networth at the age of 59 years old? Popular As N/A Occupation Pastor, faith healing minister, television host and author Age 59 years old Zodiac Sign Sagittarius Born 7 December 1963 Birthday 7 December Birthplace Edo, Nigeria Nationality Nigeria We recommend you to check the complete list of Famous People born on 7 December. He is a member of famous Pastor with the age 59 years old group. He one of the Richest Pastor who was born in Nigeria. Chris Oyakhilome Height, Weight & Measurements At 59 years old, Chris Oyakhilome height not available right now. We will update Chris Oyakhilome's Height, weight, Body Measurements, Eye Color, Hair Color, Shoe & Dress size soon as possible. Physical Status Height Not Available Weight Not Available Body Measurements Not Available Eye Color Not Available Hair Color Not Available Who Is Chris Oyakhilome's Wife? His wife is Anita Oyakhilome m. 1991–2016 Family Parents Not Available Wife Anita Oyakhilome m. 1991–2016 Sibling Not Available Children Sharon Oyakhilome, Charlyn Oyakhilome Chris Oyakhilome Net Worth His net worth has been growing significantly in 2022-2023. So, how much is Chris Oyakhilome worth at the age of 59 years old? Chris Oyakhilome’s income source is mostly from being a successful Pastor. He is from Nigeria. We have estimated Chris Oyakhilome's net worth , money, salary, income, and assets. Net Worth in 2023 $30–50 million 2011, Forbes Salary in 2023 Under Review Net Worth in 2022 Pending Salary in 2022 Under Review House Not Available Cars Not Available Source of Income Pastor Chris Oyakhilome Social Network Instagram Linkedin Twitter Facebook Chris Oyakhilome Facebook Wikipedia Chris Oyakhilome Wikipedia Imdb Timeline In 1991, Oyakhilome married Anita Ebhodaghe. They had two daughters. Anita Ebodaghe filed for divorce on 9 April 2014 at the Central Family Court in London. After the separation, they also decided to share custody of their two children. They divorced in February 2016 after 25 years of marriage on the basis of "Unreasonable Behavior." On 6 October 2018, Oyakhilome's first daughter Sharron Oyakhilome, married Phillip Frimpong; a Ghanaian man, and her mother was reportedly absent. Oyakhilome runs an online prayer network using social media to send messages to Christians in several countries. He had over million followers on Twitter in 2013, over million followers on Facebook, and operates a smartphone messenger called KingsChat. Oyakhilome is also the author of the daily devotional "Rhapsody of Realities". In 2015, Oyakhilome was given an honorary doctorate from Ambrose Alli University, and Benson Idahosa University. In 2017, Oyakhilome, in partnership with Benny Hinn, created the Christian cable channel LoveWorld USA. In 2011, Forbes estimated Oyakhilome's personal wealth as between $30 million and $50 million. Oyakhilome's ministry holds meetings in the United Kingdom and the United States, and has "healing school" sessions in South Africa and Canada. He was also the first to pioneer a Christian-based television network from Africa to the rest of the world. He also held the largest single night event held in Nigeria in 2005 with million people in attendance "Good Friday Miracle Night". Oyakhilome also hosts Higher Life conferences in Nigeria, Ghana, South Africa, UK, US and Canada, and organized the Night of Bliss South Africa event at the FNB Stadium in Johannesburg. Oyakhilome also operates an International School of Ministry, which held one of its Ministers' Network Conferences in 2016 with 5,000 ministers in attendance from 145 countries, in Johannesburg, South Africa. Chris Oyakhilome also known as "Pastor Chris" born 7 December 1963 is the founder and president of LoveWorld Incorporated, also known as Christ Embassy, based in Lagos, Nigeria. Oyakhilome was born on 7 December 1963. He is the eldest son of the family of Tim Oyakhilome.
Semasahidup, Kyai Ahmad Siroj tidak pernah mengaku sebagai seorang waliyullah secara pribadi. Namun, banyak orang mengakui kewalian almarhum beserta karomahnya. Contoh di atas hanyalah sebagian karomah yang dimiliki Kyai Ahmad Siroj untuk membuktikan kewalian almarhum. Tentu saja masih banyak karomah lain yang belum terungkap di sini.
ORANG Indonesia sering menyebut “karomah” dengan “keramat” yang berkonotasi sakral atau kudus. Bagi orang Banten, baik Jawa maupun Sunda, justru kata “keramat” itu dikonotasikan dengan sesuatu yang menyeramkan. “Awas, jangan lewat situ, ada kuburan keramat.” Ketakutan-ketakutan tak beralasan yang sering dihembuskan para tetua leluhur berikut macam-macam pamali dan pantangan, yang sebagian tidak masuk akal, justru menghambat kreativitas dan produktivitas orang Banten itu sendiri. Ingin saya jelaskan dulu bahwa kata “karomah” berasal dari bahasa Arab, yang berarti “kemuliaan” atau “anugerah yang mulia”. Pengertian ini dapat digambarkan dengan sebuah cerita yang dialami Ustaz Sulaiman Effendi, murid dari Kiai Rifa’i Arief pendiri Daar el-Qolam, ketika ia akan mendirikan pondok pesantren, dengan nama “Manahijussadat”, yang berarti jalan hidup bagi orang-orang mulia. Berawal dari silaturahmi seorang alumni Tebuireng, Rafiuddin di kediaman Ustaz Sulaiman Effendi. Ia memberitahukan bahwa di daerah Cibadak, Rangkasbitung, ada seseorang yang ingin menjual tanah seluas m2. Setelah adanya kecocokan mengenai lokasi dan situasi setempat, kontan Ustaz Sulaiman menemui pemilik tanah tersebut, yakni H. Syarjawi yang menentukan harga senilai Rp. saat itu tahun 1995, sebelum krisis moneter. Ustaz Sulaiman merasa kebingungan, dari mana uang sebesar itu mesti didapatkan. Keinginan ada, harapan begitu tinggi, obsesi begitu memuncak, doa-doa sudah dipanjatkan siang-malam. Tapi, dari mana uang sebanyak itu bisa diperoleh? Tak berapa lama, Ustaz Sulaiman diundang untuk mengisi acara khutbah Jumat di masjid Al-Hidayah, komplek perumahan Bank Indonesia, Jakarta. Selepas salat Jumat, seorang sahabatnya yang tinggal di sekitar komplek itu, yang juga bernama H. Sulaiman mantan konsultan BTN tiba-tiba mengundangnya untuk makan siang di rumahnya. Seusai makan siang, tiba-tiba terlontar ucapan dari sahabatnya itu “Ustaz Sulaiman, dulu saya pernah mendengar kabar bahwa Ustaz bercita-cita mendirikan pesantren, apakah keinginan itu masih ada di hati Ustaz?” “Insya Allah, mudah-mudahan Allah memberikan jalan, doakan saja Pak Haji.” “Begini, Ustaz Sulaiman,” ia menggeser kursinya lebih mendekat, “Saya punya perhiasan dari peninggalan almarhum istri saya. Saya sudah rundingkan dengan anak-anak bahwa perhiasan ini akan diwakafkan untuk pendidikan pesantren, dan mereka semua sudah sepakat. Jadi, kalau Ustaz Sulaiman jual semua perhiasan ini, kira-kira harganya mencapai 6 juta rupiah. Saya harap Ustaz Sulaiman tetap istiqomah, dan rela menerima pemberian dari saya ini.” “Baiklah, Pak Haji, nanti akan saya persiapkan berkas-berkasnya terlebih dahulu.” Dan mereka pun saling berjabatan tangan dengan mantap. baca “Roman Biografis Sulaiman Effendi”, bab 7. Pindahnya Pesantren Al-Mizan Karomah yang dialami Kiai Anang Azharie, pengasuh ponpes Al-Mizan tidak kalah menarik. Sejak langkah-langkah pertama Kiai Anang sudah menggagas nama pesantrennya “Daar El-Mizan”, yang mengandung arti “pertimbangan” atau “rumah timbangan”. Bahwa hidup manusia harus punya timbangan ilmu dan amal, lahir dan batin, religius dan rasional, bahkan duniawi dan ukhrawi. Pada perkembangan selanjutnya pemberian nama tersebut lebih dibikin simpel menjadi “Al-Mizan”. Yayasan pun kemudian bernama “Al-Mizan”, telah dibuatkan akte notarisnya pada tanggal 15 Maret 1993. Sejak tahun inilah pendaftaran santri dibuka, dan tahun ajaran pertama diselenggarakan dengan menampung jumlah santri sebanyak 67 orang, yang berasal dari daearah Rangkasbitung, Serang, Labuan hingga Karawang. Tokoh-tokoh masyarakat Kapugeuran dan sekitarnya diundang untuk turut-serta mendukung dan mendoakan kehadiran pesantren Al-Mizan, dengan pemimpinnya Kiai Anang Azharie, serta didukung oleh istrinya Ustadzah Nunung Khairiyah yang bertindak selaku pendidik dan pengasuh santriwati. Di tahun ajaran kedua 1994, jumlah santri meningkat, hingga dibutuhkan sekitar empat ruang kelas. Konsekuensinya, salah satu kelas terpaksa beratapkan plastik tanpa dinding. Setelah tiga bulan, atap plastik itu pun keropos dan bobrok, hingga kemudian digantinya dengan atap seng yang agak permanen. Pada tahun-tahun ini Pesantren Al-Mizan belum memiliki fasilitas dan sarana yang memadai untuk kegiatan santri dalam beribadah maupun berolahraga. Dalam aktifitas salat berjamaah para santri dan guru masih bergabung dengan masyarakat Kapugeuran di mushalla kampung, sedangkan pelaksanaan salat Jumat masih di mesjid agung Al-A’raf di alun-alun Rangkasbitung. Adapun fasilitas dan sarana olahraga, para santri Al-Mizan masih memanfaatkan semua fasilitas yang berada di sekitar alun-alun, seperti sepak bola, volley, basket, hingga lari marathon. Bersama Ustadzah Nunung, Kiai Anang Azharie terus bertekad untuk berkiprah di dunia pendidikan, sampai akhirnya merancang suatu agenda baru untuk mengasramakan para santrinya di suatu kampung terpencil, yang masih dikelilingi oleh hutan-hutan belantara. Ketika saya mewawancarai Kiai Anang kelahiran Kresek, sekampung dengan Wapres Ma’ruf Amin untuk program penulisan buku “Jejak dan Pemikiran Pengasuh Ponpes Al-Mizan” Fikra Publishing, Jakarta, 2013, di kampung terpencil tempat awal-mula berpindahnya santri Al-Mizan diasramakan, saya tanyakan pada beliau “Pak Kiai, apa nama desa di sekitar sini?” “Desa Ancol, kecamatan Rangkasbitung, Lebak.” “Kalau nama kampung di sekitar sini?” “Kampung Narimbang, dari bahasa apa itu, Fis?” Kami terdiam sejenak. Dengan pandangan menerawang, saya pun menjelaskan, “Berarti, sejak tahun 1994 Pak Kiai memindahkan santri-santri Al-Mizan di suatu kampung yang bernama Narimbang. Ia berasal dari bahasa Sunda yang berarti menimbang atau pertimbangan.” “Astaghfirullah al-adzim….” Pengalaman Kiai Al-Bayan Tidak selamanya berjalan lancar. Baik sebelum mendirikan pesantren maupun selama merawat dan menjalankannya. Segala hal ada saja kendalanya. Baik soal keluarga besar pondok maupun santri yang bermasalah, atau bahkan soal logistik yang sangat terbatas. Cerita yang dialami Eeng Nurhaeni, pendiri dan pengasuh pesantren Al-Bayan ini, saya sampaikan berdasarkan “oral history” dari hasil pertemuan di kediamannya, setelah saya menjalankan ibadah umrah beberapa tahun lalu. Alkisah, di musim kemarau sekitar tahun 2002, banyak petani yang gagal panen. Perkebunan juga banyak mengalami problem kekeringan. Akibatnya, seperti matarantai yang saling berhubungan. Harga beras mahal, sayur-mayur dan rempah-rempah begitu juga. Dan konsekuensinya, infak bulanan dari para wali santri banyak yang menunggak, sulit untuk bisa diandalkan. Sementara itu, stok beras di gudang pesantren Al-Bayan, setelah ditengok oleh Kiai Eeng, hanya tersisa setengah karung yang pasti akan habis untuk makan santri selama satu hari itu. Lalu, besok dan lusa mereka mau makan apa? Kalau soal bumbu dan sayur masih bisa diusahakan, dengan mencari dedaunan dan rempah-rempah di perkebunan sekitar pondok. Tapi soal beras dan nasi? Kalau tidak ada di gudang, berarti semuanya harus dibeli dengan uang. Lalu, uang dari mana? Mengharapkan belas-kasih dari orang-orang sekitar, untuk memberi makan puluhan santri, rasanya amat mustahil. Tetapi, membiarkan santri kelaparan juga merupakan amanat dan tanggung jawab yang harus dipikul sedemikian beratnya. Kiai Eeng hanya bisa mengeluh dan mengaduh kepada Allah subhanahu wata’ala. Baginya, berpantangan untuk mengeluh di depan manusia yang sama-sama makhluk Allah yang banyak kekurangan dan kelemahannya. Jika seseorang memiliki kekuatan iman dan Tauhid, mengeluh kepada orang yang rendah kualitas imannya, justru dilarang oleh ajaran agama. Sepertiga malam itu, ia melaksanakan salat tahajud sambil menangis di hadapan Al-Khaliq. Hanya Allah Yang Maha Kaya dan memiliki kekayaan di seluruh jagat raya ini. “Ya Allah, Kau Maha Lembut bagi hamba-hamba-Mu yang meminta. Engkau Maha Pemberi rizqi bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Sungguh, Engkau Maha Kuat dan Maha Perkasa.” Seusai salat subuh di masjid pesantren, tiba-tiba seorang santri menemui Kiai Eeng di kediamannya. “Pak Kiai, ada tamu yang katanya mau ketemu dengan Pak Kiai.” “Siapa, dari mana dia?” “Maaf Pak Kiai, dia bawa mobil, tapi belum sempat saya tanyakan dari mana. Sekarang dia masih menunggu di pintu gerbang.” Setelah Kiai Eeng menemui tamu tersebut, tiba-tiba sang tamu bertanya, “Pak Kiai, apa betul tempat ini adalah pesantren?” “Ya betul, kenapa?” “Begini Pak Kiai, saya datang dari Jakarta. Majikan saya menyuruh saya membawa dua karung beras di mobil ini, untuk disedekahkan buat pesantren.” “Pesantren apa?” “Dia hanya berpesan, pokoknya pesantren mana saja, yang penting di daerah Rangkasbitung.” Seketika itu, Kiai Eeng mengucapkan terimakasih, dan salam untuk majikannya. Ketika empat santri Al-Bayan membawa karung beras tersebut, tak berapa lama mobil itu meluncur sedemikian cepatnya, dan menghilang di kejauhan. Wallahu a’lam. []
Beliauadalah salah satu mustasyar PB NU dan juga pengasuh pondok Salafiah Syafii'yah Asembagus, Situbondo, Jawa Timur. Semasa hidup beliau telah 21 kali naik haji. Total 14 tahun hemukim di Mekah. Pernah menjadi anggota Konstituante (1957-1959) dan menolak jabatan menteri agama yang disodorkan Bung Karno di zaman Nasakom. Baca Juga:
KH Hasyim Asy'ari - Ketika Hasyim Asy'ari muda berangkat nyantri ke pesantren yang diasuh KH. Muhammad Kholil bin Abdul Lathif Bangkalan-Madura. Hasyim Asy’ari muda langsung di uji oleh sang guru. Hasyim Asy’ari muda disuruh naik ke atas pohon bambu, sementara Kyai Kholil terus mengawasi dari bawah sembari memberi isyarat agar terus naik sampai ke pucuk pohon bambu tersebut. Kyai Hasyim terus naik sesuai perintah gurunya itu. Ia tak peduli apakah pohon bambu itu melur Patah/roboh atau bagaimana. Yang jelas, beliau hanya patuh pada perintah gurunya. Anehnya, begitu sampai di pucuk Kyai Kholil mengisyaratkan agar Kyai Hasyim langsung meloncat ke bawah. Tanpa pikir panjang Kyai Hasyim langsung meloncat. Ternyata beliau selamat. Ada cerita yang menarik tatkala KH Hasyim Asy’ari “masih belajar” dengan KH. M Khalil. Suatu hari, Kyai Hasyim melihat Kyai Khalil gurunya lagi bersedih, beliau memberanikan diri untuk bertanya. Kyai Khalil menjawab, bahwa cincin istrinya jatuh di WC, Kyai Hasyim lantas usul agar Kyai Khalil membeli cincin lagi. Namun, Kyai Khalil mengatakan bahwa cincin itu adalah cincin istrinya. Setelah melihat kesedihan di wajah guru besarnya itu, Kyai Hasyim menawarkan diri untuk mencari cincin tersebut di dalam WC. Akhirnya, Kyai Hasyim benar-benar mencari cincin itu didalam WC. Dengan penuh kesungguhan, kesabaran, dan keikhlasan, akhirnya Kyai Hasyim menemukan cincin tersebut. Alangkah bahagianya hati Kyai Khalil atas keberhasilan Kyai Hasyim itu. Dari kejadian inilah Kyai Hasyim menjadi sangat dekat dan disayang oleh Kyai Khalil. Baca Duta Islam Karomah KH Kholil Bangkalan Yang menarik, dua kyai besar ini sama-sama tawadhu' rendah hati. Mereka sama-sama saling berguru. Kyai Hasyim terkenal sebagai ahli hadits. Biasanya Kyai Hasyim mengajarkan hadits itu pada santri sebulan penuh pada bulan Ramadhan. Ternyata, Kyai Kholil, meski dikenal sebagai guru Kyai Hasyim, ikut juga jadi santri ngaji kepada Kyai Hasyim. Kyai Kholil tidak merasa gengsi memperdalam ilmu meski kepada muridnya sendiri. Sebaliknya, beliau malah sangat menghormati Kyai Hasyim sebagai gurunya. Tradisi rendah hati itu ternyata terus menurun ke generasi berikutnya. Gus Dur yang merupakan cucu dari Kyai Hasyim sangat menghormati keturunan Kyai Kholil. Begitu juga KH. Fuad Amin cicit dari Kyai Kholil sangat menghormati keturunan Kyai Hasyim. "Kalau saya salaman mencium tangan Gus Dur langsung ditarik," tutur Fuad Amin. Dan Kyai Hasyim senantiasa mendapatkan perhatian yang istimewa dari gurunya Kyai Kholil, baik semasa beliau menjadi santrinya maupun setelah kembali kemasyarakat untuk berjuang. Perhatian tersebut terbukti dengan pemberian isyarah tongkat dan tasbih kepada muridnya, Kyai Hasyim, pada waktu beliau hendak mendirikan Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Kisah Kyai Hasyim Asy’ari dan Nabi Khidir KH. Imron adalah putra Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan. Kala itu Nabi Khidir menjelma sebagai orang berpenyakit yang menjijikkan. Orang itu tiba-tiba muncul entah datang darimana dan tiba-tiba saja minta gendong Kyai Imron, namun beliau menolak. Karena menolak, orang itu lantas mendatangi Kyai Hasyim dan minta untuk di gendong beliau. Waktu itu Kyai Hasyim masih mondok di pesantren Kyai Kholil. Tanpa merasa risih dan jijik, Kyai Hasyim menggendong orang tersebut dengan tulus. Saat hampir sampai di pesantren, orang itu minta diturunkan. Orang tersebut kemudian berkata,"Sampaikan kepada Kyai Imron, bahwasanya saya ini adalah Nabi Khidir." Setelah itu, orang tersebut lenyap. Begitu kabar ini disampaikan, Kyai Imron terkejut. Ia menyesal telah menolak menggendong orang berpenyakit itu yang tak lain adalah Nabi Khidir. Sejak itu, kabarnya, Kyai Imron bertekad untuk mencari Nabi Khidir. Ia terus mengembara untuk mencari Nabi Khidir, sebagai bentuk rasa permohonan maaf dan penyesalan beliau. Semangat Jihad KH Hasyim Asy’ari Tepat pada tanggal 21-22 Oktober 1945, KH Hasyim Asyari mengumpulkan wakil-wakil dari cabang NU di seluruh Jawa dan Madura di Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, diputuskan bahwa melawan penjajah sebagai perang suci dan hukumnya fardu ain. Saat ini populer dengan istilah resolusi jihad. Setelah resolusi jihad dicetuskan, ribuan kyai dan santri bergerak ke Surabaya. Pada 10 November 1945 atau tepatnya dua minggu setelah resolusi jihad dikumandangkan, meletuslah peperangan sengit antara pasukan Inggris melawan tentara pribumi dan juga warga sipil yang cuma bersenjatakan bambu runcing. Konon, ini adalah perang terbesar sepanjang sejarah Nusantara. Sumber Baca Duta Kyai Subchi Bambung Runcing Menurut KH. Wahab Hasbullah prinsip hidup KH Hasyim Asyari yaitu "Berjuang terus dengan tiada mengenal surut, lelah dan istirahat". Salah satu prinsip semangat juang KH Hasyim Asy’ari didasari dari hadist Rasulullah yaitu “Demi Allah, jika mereka kuasa meletakkan matahari ditangan kananku dan bulan di tangan kiriku dengan tujuan agar aku berhenti dalam berjuang, aku tidak akan mau menerimanya bahkan nyawa taruhannya” al-Hadist. KH. Hasyim Asy’ari senantiasa mengingatkan kepada santri-santrinya untuk selalu mengikuti dan menjadikan tauladan dari perbuat Nabi Muhammad saw. Amalan, Ijazah dan sekaligus Karomah dari KH Hasyim Asy’ari Meneladani Rasulullah sebagai idola utama manusia, itu yang senantisa beliau wasiatkan bukan hanya kepada santri-santrinya tetapi juga kepada seluruh kaum muslimin. Semangat Jihad membela agama dan bangsa. Beliau adalah ulama yang mujahid ahli jihad yang negarawan dan memiliki patriotisme yang luar biasa. Hal ini bisa kita lakukan sesuai dengan kemampuan dan profesi kita masing-masing Ulama, ustazd, guru, pegawai, pelajar, santri, pengusaha, pejabat, petani, nelayan dll. Jihad tidaklah harus berperang atau memikul senjata, segala bentuk perbuatan baik dan membawa manfaat serta mencegah segala bentuk perbuatan keji dan munkar itu sendiri juga merupakan suatu jihad. Menjaga Shalat lima waktu dengan berjamaah Beliau memiliki pribadi yang ihklas dalam bertindak, termasuk ihlas melayani umat, masyarakat dan bangsa Indonesia ini Pribadi yang santun, rendah hati tawadlu, tidak suka menonjolkan diri, menampakkan diri Saling menghormati, suka bermusyawarah, tidak fanatik yang berlebihan merasa paling benar sendiri Membersihkan hati dan mensucikan niat didalam mengerjakan dan melakukan sesuatu Nasehat beliau dalam kitab adabutta’lim wa mutaallim. Beliau adalah pribadi yang pekerja keras, memiliki semangat juang tinggi tanpa mengenal lelah dalam melakukan sesuatu berjuang, belajar, bekerja, membantu/melayani umat dll termasuk dalam melayani umat dan bangsa Indonesia. Itulah karomah besar Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asyari yang telah Allah anugrahkan kepada beliau, juga sekaligus ijazah yang beliau berikan kepada santri-santrinya dan seluruh kaum muslimin, agar bisa di amalkan dalam kehidupan sehari-hari di dalam beragama, berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa. Terkadang kita sering sering terpesona oleh kekeramatan, kehebatan dan kesaktian beberapa ulama atau kyai tertentu. Contoh seperti kisah jika ada Kyai yang bisa mendatangkan rizki secara tiba-tiba, bisa berada di suatu tempat yang sangat jauh dalam sekejap mata, bisa juga berada dalam suatu tempat yang berbeda secara bersamaan, mengetahui akan kejadian masa lalu dan juga mengetahui kejadian-kejadian yang akan terjadi, bisa terbang, mampu berjalan di atas air dan masih banyak lagi lainya. Itu membuat kita terkagum-kagum, padahal semua itu tiada mustahil dan sangatlah mudah bagi Allah. Kalaulah kita lihat putra beliau KH. Abdul Wachid Hasyim dalam usia yang sangat muda sekitar 30 tahunan sudah menjadi ulama besar, pejuang dan negarawan, tokoh nasional dan internasional, dan juga menjadi pahlawan Nasional, beliau sangat disegani dan dihormati. KH. Abdul Wachid Hasyim meninggal dalam usia sangat muda 39 tahun. Mungkin karena sangat sayang-Nya Allah kepada beliau sehingga di dalam usia beliau yang masih sangat muda, Allah memanggil beliau untuk menghadap keharibaan-Nya, waallahu alam. Masih belum ada sampai sekarang ini tokoh, ulama/kyai di Indonesia yang usianya sangat muda sekitar 30 tahunan sudah menjadi ulama besar sekaligus tokoh nasaional dan internasional kecuali hanya beliau sendiri KH. Abdul Wachid Hasyim. Rata-rata kebanyakan yang menjadi tokoh ulama/kyai besar di Indonesia jika usianya sudah mencapai hampir 60 tahunan. Menurut putri beliau, Ibu Lily Khodijah Wachid, beliau ini KH. Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wachid Hasyim sangatlah layak di sebut wali Allah. KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah seorang ulama besar, seniman dan juga negarawan sejati. Sebagian besar orang-orang sholihin mengatakan jikalau Gus Dur ini “Waliyullah” karena memiliki banyak kelebihan dan kemampuan luar biasa. Itu baru anak dan cucunya apalagi kakeknya Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari, bahkan guru beliau sendiri KH. M kholil yang banyak ulama mengatakan jika beliau itu qutbul aqtob-nya tanah Jawa, sangat menghormati beliau KH. M Hasyim Asy’ari. Baca Duta Islam Macam-Macam yang Dituduhkan Kepada Gus Dur Umat Islam Bersedih Ketika Beliau Mangkat Apabila Syaikh Muhammad Kholil Bangkalan terkenal dengan sebutan"Syaikhona Waliyullah" maka KH. Hasyim Asy'ari mendapat gelar "Hadratus Syekh" yang artinya Maha Guru atau Tuan Guru Mulia. Gelar ini muthlaq diberikan kepada Kyai Hasyim sebab hampir seluruh ulama tanah Jawa juga pernah berguru kepada beliau. Beliau juga satu-satunya yang memakai gelar Raisul Akbar di organisai Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan terbesar seantero jagad ini. Meski beliau menyandang banyak gelar seperti yang dituliskan dalam taqridz atas kitab Sirajut Thalibin karya Kyai Ihsan Jampes, hal ini tidak menjadikannya sombong. Beliau tidak pernah menyebutkan gelar itu sama sekali. Padahal beliau adalah orang yang paling pas untuk mendapatkan gelar tersebut. Terbukti pada manuskrip asli karya-karya beliau. Disana tidak ditemukan embel-embel yang menyertai nama beliau, seperti sebutan kyai, haji, syaikh, alim, apalagi al-allamah atau al-arif billah. Akan tetapi beliau lebih memilih embel-embel yang sifatnya merendahkan diri kepada Allah. Beliau selalu menulis kata-kata al-faqir yang faqir, al-haqir yang hina, sebelum namanya disebut. Inilah salah satu sifat tawadlu yang beliau miliki. Bagaimana pun hebatnya manusia hidup di dunia, pasti maut akan menjemputnya. Tak terkecuali, Hadratus Syaikh sebagai manusia biasa. Beliau dipanggil Allah SWT untuk selama-lamanya pada malam bulan Ramadhan. Tepatnya tanggal 3 Ramadhan 1366 H. atau 21 Juli 1947 M. tepat pada pukul dini hari. Inna lillahi wa Inna Ilaihi Raji’un. Ulama' yang paling disegani seantero jazirah Islam kala itu, telah menghadap ilahi rabbi dengan damai dan sentosa. Meskipun semua masyarakat tahu tanggal wafatnya Hadratus Syaikh Hasyim Asyari, namun karena wasiatnya, beliau tidak ingin dikhouli di peringati/dirayakan tiap tahun. Dan makam/kuburan beliau sangat sederhana, tiada bedanya dengan makam-makam umum. Subhanallah luar biasa. Kepergian Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ari bukan hanya membawa kesedihan untuk umat Islam di Indonesia. Di negara luar pun ikut berduka. Mereka amat merasa kehilangan seorang tokoh dan figur yang mereka banggakan. Semoga dengan kepergian Kyai Hasyim, muncullah Hasyim Asy’ari – Hasyim Asyari yang lain, baik dari dzuriyah, kerabat, santri, maupun kaum muslimin. اللَّÙ‡ُÙ…َّ عَبْدُÙƒ رُدَّ عَÙ„َÙŠْÙƒ، ÙَارْØ£َÙْ بِÙ‡ِ ÙˆَارْØَÙ…ْÙ‡ُ، اللَّÙ‡ُÙ…َّ جَاÙِ الأَرْضَ عَÙ†ْ جَÙ†ْبَÙŠْÙ‡ِ ÙˆَاÙْتَØْ Ø£َبْÙˆَابَ السَّÙ…َاءِ Ù„ِرُÙˆØِÙ‡ِ، ÙˆَتَÙ‚َبَّÙ„ْÙ‡ُ Ù…ِÙ†ْÙƒ بِÙ‚َبُولٍ ØَسَÙ†ٍ، اللَّÙ‡ُÙ…َّ Ø¥ِÙ†ْ Ùƒَانَ Ù…ُØْسِÙ†ًا ÙَضَاعِÙْ Ù„َÙ‡ُ ÙِÙŠ Ø¥ØْسَانِÙ‡ِ، ÙˆَØ¥ِÙ†ْ Ùƒَانَ Ù…ُسِيئًا Ùَتَجَاوَزْ عَÙ† سَÙŠِّئَاتِÙ‡ِ Artinya "Ya Allah hamba-Mu ini telah dikembalikan kepada-Mu, maka kasihilah ia dan rahmatilah ia, Ya Allah jauhkanlah bumi dari sisinya, dan bukakanlah pintu-pintu langit untuk ruhnya, dan terimalah ia di sisi-Mu dengan penerimaan yang baik. Ya Allah jika ia melakukan kebaikan maka lipat gandakanlah kebaikannya, dan jika ia melakukan keburukan maka abaikanlah keburukannya." Mushannaf Ibnu Abi Syaibah. [ Waallahu a’alam
SunanKalijaga memakai wayang kulit dan kesenian untuk menarik umat yang saat itu memeluk agama Hindu. Ia juga dikenal karena karomah dan ilmu batin yang cukup tinggi. Tak heran, jika banyak peninggalan pusaka yang masih dianggap sakti hingga saat ini. Dilansir dari kanal YouTube Top Info, berikut 5 pusaka peninggalan Sunan Kalijaga yang
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID k81x9QmfeW-d9QicfqLSB5OkVrVeCE8oKdxVT7MimGcTlVh8sKYo8Q==
INT7Ir. 368 158 348 373 296 127 22 308 431
kyai karomah tinggi yang masih hidup